Negeri Sansa - Kemenangan Kerajaan Sanju



Harimau pun melihat Kancil yang sedang berlari ke arah tepi sungai dan segera bergegas mengejar kancil. "Heii! Mau ke mana kau!" lantang Harimau menyeru Kancil. Setelah Kancil sampai ke tepi sungai segera ia mencabut tuas pengikat dan segera mendayung gosepanya dengan cepat, Harimau pun menghentikan langkahnya di tepi sungai, karena ia tak mau mati konyol hanyut ke dalam sungai yang terlihat tenang namun menakutkan itu.

Dari kejauhan Kura-kura Tua melihat Kancil sedang mendayung gosepanya menuju ke arahnya. "Hmm syukurlah ia baik-baik saja," gumam Kura-kura Tua dengan perasaan lega. Kancil pun sampai dan menepi di tempat persinggahan Kura-kura Tua di bawah pohon beringin yang rindang.

"Huhh.. huhh.. huhh!" Kancil bernapas terengah-engah.

"Kenapa kamu terlihat begitu gugup nak? Kamu baik-baik saja kan nak?" tanya Kura-kura Tua penasaran melihat keadaan Kancil seperti itu.

"Huh.. huh.. hampir saja kek aku jadi santapan Harimau,"

"Apa kamu terluka nak? Bagaimana kejadiannya? Duduklah dan minum dulu biar tenang," Kura-kura Tua mempersilahkan Kancil duduk dan memberikan segelas air putih.

"Huh.. huh.. Srupp.. terima kasih kek, saat aku hendak pulang membawa wortel dan mentimun, saya diterkam Harimau kek," Kancil menceritakan kejadian itu.

"Diterkam! Lalu bagaimana kamu bisa lolos dari pemangsa itu nak?" Kura-kura Tua begitu penasaran.

"Saat perjalanan menuju kebun itu, saya melihat sekawanan kerbau di sekitar kebun itu.. mereka kelihatannya habis berendam dan meninggalkan kotoran mereka di sana. Saya mengelabuhi Harimau bahwa kotoran kerbau itu adalah bubur kacang ijo yang lezat, saat Harimau terkena melihat kotoran itu segera saya lari menuju gosepa itu kek. Bersyukur sekali saya bisa selamat dari cengkeramannya," lanjut Kancil menceritakan pada Kura-kura Tua.

"Hahahh.. kamu memang cerdik nak!"

"Hehe.. Ini kek, saya bawakan mentimun untuk kakek. Mentimunnya segar-segar kek, wortelnya juga, pasti Kelinci senang menerima wortel ini," Kancil menawarkan mentimun untuk Kura-kura Tua, mereka pun menikmati mentimun yang segar itu. Disela-sela momen itu Kura-kura membuka cerita lama tentang lingkungan sekitar hutan Sansa.

"Hmm, segar sekali mentimun ini.. Nak apakah kamu tau sejarah sekitar hutan ini?"
 
“Belum kek, apakah Kakek mau menceritakannya padaku?” ujar Kancil

“Dahulu kala di sekitar kawasan ini hanya ada dua kerajaan yang sama-sama kuat, yaitu kerajaan Naga di wilayah selatan yang dipimpin oleh seekor Ular Naga dan kerajaan Sanju di wilayah Utara yang dipimpin oleh Burung Garuda. Kedua kerajaan itu tidak pernah damai, selalu ada pertemuan darah yang banyak mengorbankan nyawa.

Penduduk sekitar hutan selalu dihantui rasa takut akan pertempuran itu yang sangat dahsyat. Ular Naga merah mempunyai tubuh yang besar dan sangat panjang dengan sirip seperti api yang selalu menyala terang di atas punggungnya yang menghiasi kepala hingga ujung ekornya, dia mempunyai sepasang tanduk rusa menyala seperti bara api, dan memiliki dua pasang kaki. Ular itu mampu terbang setinggi bukit-bukit seperti yang ada di hutan Gamba saat ini. Dengan kekuatan semburan apinya, mampu menghanguskan apa pun yang ada di sekitarnya, hutan-hutan hangus terbakar membuat penduduk hutan kesulitan mencari makan, sungai-sungai pun menjadi keruh tidak ada kemakmuran. Kerajaan itu mempunyai pasukan ular, serigala hitam, dan kelelawar besar.

Sementara, Kerajaan Sanju yang dipimpin oleh seekor Burung Garuda mempunyai bulu yang sangat terang dan berkilau seperti salju, paruh yang sangat kuat yang mampu mengeluarkan suara keras seperti petir, kedua kaki yang kekar dengan cakar yang berkilau seperti sabit. Dengan kedua sayapnya yang besar ia mampu terbang menembus awan, kedua sayap itu mampu menghempaskan angin kencang yang dingin. Burung Garuda bisa menciptakan pusaran angin layaknya tornado, ia terbang di atas awan dan menukik tajam dengan gerakan memutar. Kerajaan Sanju mempunyai pasukan elang salju dan serigala salju.

Pada puncaknya pertempuran yang terjadi tujuh hari tujuh malam membuat kerusakan-kerusakan yang begitu parah. Hutan-hutan penuh lautan api menghasilkan asap hitam yang menyelimuti langit, menciptakan hawa panas bercampur udara dingin yang dihasilkan dari setiap serangan-serangan Burung Garuda. Kedua kekuatan itu menciptakan hujan yang sangat lebat dipenuhi kilatan-kilatan petir dengan suara-suara guntur yang menggelar.

Ular Naga sangat ketakutan menyaksikan kejadian itu, ia tak mampu bertahan di bawah derasnya hujan yang sangat lebat dan dipenuhi angin kencang. Ia sadar akan kelemahannya, yaitu luapan air yang melumpuhkan kekuatan panas apinya. Semburan Ular Naga tak berarti lagi, hujan pun membuat luapan air di sekitar pertempuran. Lautan api yang menyelimuti hutan dan sekitar pertempuran pun sirna seketika.

Pasukan Naga kewalahan dalam keadaan itu dan berlindung ke bukit-bukit tinggi untuk menghindari luapan air yang semakin tinggi. Ular Naga baru menyaksikan peristiwa itu dalam hidupnya dan ia tidak tahu lagi bagaimana untuk memenangkan pertempuran itu. Pasukan Serigala hitam, kelelawar dan ular pun tak berdaya lagi, sementara dari kerajaan Sanju hanya pasukan serigala salju yang mundur di bukit seberang. Burung Garuda dan pasukan elang masih meneror pasukan Naga dari ketinggian yang sewaktu-waktu siap menyambar pasukan Naga, melihat semua itu akhirnya Ular Naga pun mengakui kekalahannya.

“Wahai Burung Garuda! Aku sebagai pemimpin Kerajaan Naga mengakui kekalahanku pada kerajaanmu, Sanju. Pasukan kami sudah tidak mampu lagi bertempur melawan pasukanmu,” Ular Naga mengakui kekalahannya kepada pasukan Sanju.

“Baiklah Ular Naga, aku akan mengakhiri pertempuran ini dan mengampuni pasukanmu. Kerusakan wilayah ini pun sudah sangat parah,” Burung Garuda menerima kekalahan Ular Naga dan mengampuninya.

“Terima kasih, wahai Burung Garuda atas kebijaksanaanmu,” Ular Naga kagum akan kebijaksanaan Burung Garuda.

“Wahai Ular Naga, sebelum kita kembali menuju kerajaan masing-masing aku ingin membuat sebuah kesepakatan denganmu!” Burung Garuda menawarkan kesepakatan pada Ular Naga.




sumber gambar:
Pixabay

Komentar